Pendidikan Karakter Bangsa

Siraman Ramadan. Segala puji bagi Allah swt yang telah menjadikan puasa Ramadan sebagai media mencapai ketaqwaan bagi orang yang beriman, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada baginda Nabi Agung Muhammad saw yang telah menjelaskan fadilah dan hikmah puasa Ramadan yang penuh berkah, rahmat, maghfirah dan itqun min nar. Salah satu analogi dari puasa Ramadan adalah metaformosis kupu-kupu, dimana ulat yang buruk rupa, menjijikan, mengerikan, rakus makan bahkan merusak dedaunan dan cenderung merugikan bagi lingkungan, memasuki fase “puasa” menjadi kepompong yang bertawakal kepada Allah swt sehingga dapat berubah menjadi kupu-kupu yang memiliki keindahan sayap yang menawan, kemampuan terbang bebas, hanya mengkonsumsi sesuatu yang baik (madu) dan membawa manfaat bagi lingkungan (membantu penyerbukan bunga). Di sini, “puasa”nya ulat adalah menjadi kepompong, dan ulat memiliki ‘azam yang kuat, paham akan tujuan dan resiko dari “puasa”nya sehingga ia bertawakal, serta mengharapkan hasil yang akan didapat dari “puasa”nya itu. Pertanyaanya adalah, bagaimana kita dengan puasa Ramadan kita? Baik dari niat, kaifiyah, tujuan dan apa yang akan diperoleh, apakah kita memahami bahwa puasa Ramadan itu merupakan kebutuhan atau beban?. Dengan demikian, masa kepompong adalah masa “puasa” ulat untuk merubah karakter ulat menjadi karakter dan bentuk kupu-kupu yang “indah”. Ramadan adalah bulan pendidikan dan pelatihan untuk merubah karakter manusia (baik secara pisik dan psikis) menuju kemulian akhlaq yang terbingkai dalam ketaqwaan yang akan membawa kebaikan/kemaslahatan universal. Selama satu bulan menjalani diklat jasmaniah dan ruhaniah atas kesadaran, kebutuhan dan (mungkin ada yang merasa) keberatan/keterpaksaan. Sadar ataupun tidak, perubahan itu telah ada pada kita setelah menjalaninya, hanya saja apakah perubahan itu akan ditindak lanjuti ke bulan-bulan berikutnya atau hanya berhenti di bulan Syawal saja?. Sehingga Ramadan menjadi moment tepat dan ideal untuk membiasakan diri dengan karakter mulia (akhlaqul karimah), sehingga para cendekia merekomendasikan bahwa untuk merubah kebiasaan atau karakter melalui diklat dibutuhkan waktu sebulan. Kebiasan baru akan terasa berat diawal namun akan menjadi hal yang biasa (terasa ringan) di akhirnya, bahkan menjadi kebutuhan. Jika dihubungkan dengan dunia pendidikan Indonesia, maka Ramadan waktu yang pas menanamkan karakter melalui pendekatan tasawuf kepada peserta didik (baik dari tingkat SD-SLTA). Mengapa tasawuf? Pendidikan karakter dan tasawuf menggarapan aspek spiritual, dan tasawuf salah satu wasilah pembentukan kepribadian/karakter seorang muslim mencapai akhlaqul karimah. Sementara 18 karakter yang ditetapkan pemerintah dapat tertanam pada peserta didik adalah tergali dari nilai-nilai religi, Pancasila, dan budaya bangsa, sehingga sangat sinkron dengan inti dan tujuan tasawuf melalui berbagai kegiatan indoor/outdoor class dengan pendekatan/metode ta’alluq (relationship), tahaqquq (realization), dan takhalluq (adoption). Bagaimana ketika di rumah? Rumah adalah sekolah pertama, dan orang tua lah yang bertanggungjawab akan dibawa kamana masa depan anak, masa kanak-kanak dan remaja adalah masa labil maka orang tualah yang dominan dalam membentuk karakter anak baik melalui kata-kata, keputusan, dan keteladanan dalam sikap dan tindakan. Menjaga pergaulan anak juga merupakan bagian penting dalam usaha penanaman karakter. Maka diharapkan pengejawantahann ketaqwaan (spiritual berkarakter) berproses nyata melalui takhally, tachally dan tajally dalam kehidupan sehari-hari yang akan membawa kemaslahatan bagi individu, keluarga, masyarakat, agama, nusa dan bangsa serta Negara sehingga baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (gemah ripah loh jinawi kertata rahajra nir ing sambekala) dapat tercapai. Wallahu a’lam. Penulis : Saebani Himawan, Mahasiswa s2 IAINU Kebumen, guru SDN 2 Bandung Kebumen, Staf pengajar PonPes Syajaratun Thayyibah Kebumen

No comments:

Entri Populer