Sugihbareng.Group "Tumbuhkan Seribu Pengusaha Desa"

Kebumen, Orang-orang desa terutama para pelaku  pengusaha kecil desa  di kebumen dibilang "ndesani", dikatakan tradisional dan serta tidak manajemen usaha. Selain itu, pengusaha desa dicap pendidikan rendah yang tidak punya modal. Hal tersebut menjadi cermin nyata pengusaha desa itu tidak berkembang. Harus ada gerakan ekonomi membangunkan usaha-usaha orang desa, karena ada jalan keluar dan solusinya harus di pecahkan


"Posisi pelaku usaha desa menjadi lemah, hidup sendiri sendiri dan melakukan kegalauan usaha sendiri, sehingga tidak lama untuk konsisten dalam usaha,"

SugihBareng.Group Kebumen Eko Wahyudi
mengatakan,"  kalau dibilang "ndesani pelaku desa Kebumen,  bagi saya "ndesani" sebuah idiom kata yang mengandung arti kekuatan atau keunggulan ciri khas sebuh produk desa di Kebumen tidak dimiliki daerah lain, "ndesani" sebuah kekuatan yang perlu digali, misalnya produk yang tidak laku menjadi laku, produk yang harganya rendah menjadi tinggi, tanpa mengurangi mutu dan kualitas produk desa di pasaran lokal maupun nasioanal, bahkan internasional.

Eko melanjutkan," Terus kata tradisonal, merupakan kata-kata yang ketinggalan jaman, produk "tradisional" justru menjadi orang desa, itu perlu dikembangkan dan dilestarikan,  sebagai identitas produk-produk warisan orang orang tua kita yang tinggal desa, tinggal kemasan, inovasi serta pengembangan pasar di perluas

Lanjut Eko, " terkait menajemen usaha yang "amburadul," ya ornag orang desa memang dalam usaha asal mencari untung dan untung, lumayan dalam berpikir, tetapi manajemen memang ada dan manajemen masing masing orang dalam usaha berbeda-beda. Tidak perlu menggunakan manajemen ala perusahaan yang detail, karena sangat merepotkan,dalam manajemen kekuatannya di catatan atau arsip belanja dan penghasilan, atau catatan catatan aset usaha dengan sekala harian, bulanan dan bahkan waktu tertentu,

Kata Eko, " Pengusaha desa dikatakan juga pendidikan rendah, pendidikan orang-orang desa memang kita akui tidak sekolah formal, namun demikian mereka bisa membuat produk, mereka orang-orang pengusaha desa jaman dahulu belajar dan belajar membuat produk hasil desa. Buktinya tanpa sekolah formal banyak produk desa  baik kuliner, kerajinan atau produk lainnya bisa dibuat. Apalagi sekarang generasi kita anak muda yang sudah mengenyam pendidikan, Seharusnya banyak gagasan dan peluang untuk membuat gebrakan-gebrakan baru.

Selanjutnya, kata eko, "Permodalan memang menjadi problematika, jika usaha mengandalkan modal yang besar untuk menjalankan usaha, hal ini langkah yang salah, harusnya usaha mulai dari apa yang kita miliki kemampuan modal, jangan dipaksa, kecuali usaha itu sudah dipandang dan baru mencari permodalan dengan bertahap smabil mempelajari usahanya. Banyak pelaku usaha gagal karena pemikirannya harus punya modal, sementara usahanya belum tentu jalan. Memang dunia perbankan kita juga membuka lebar-lebar permodalan  kepada para pelaku usaha desa, karena akan memicsahu usaha-usaha baru didesa.

Pesan Eko Wahyudi ," Tahun 2015 saatnya tumbuhkan 1.000 pengusaha desa dari 466 desa/kelurahan di Kebumen untuk bisa membangkitkan peradaban orang-orang desa, serta menjadi era kebanggaan orang-orang desa, sebab desa sejatinya pusat kekayaan, pusat peradaban, pusat pendidikan, pusat ekonomi dan pusat segala kehidupan.Saatnya tidak perlu generasi muda kita menginggal desa.

"Apalagi diera tekhnologi yang canggih, informasi terbuka lebar dengan inovasi orang-orang desa, gagasan cemerlang, sumber daya alam desa mampu menjadi orang-orang sukses. Dengan apa dan bagaimana? caranya perlu adanya kebersamaan membanguan jaringan usaha antar pelaku usaha desa. Misalnya probelmatika pemasaran solusinya perlu adanya pasar desa dihidupkan kembali, serta menciptakan titik-titik pasar baru didesa." beber Eko penjual Pisang Coklat PISCOK "Merdeka".(bwk)

No comments:

Entri Populer